Jumat, 04 September 2015

Pendapat-pendapat yang mengemukakan tentang ideologi

Ni gan gua kasih pendapat yang mengemukakan tentang ideologi.. gua kan dikasih tugas sama guru gua suruh cari 3 pendapat ysng mengemukakan ideologi nyatanya ada 4 yaitu menurut Destutt de Tracy, Karl Marx, Gunawan Setiardjo, dan Ramlan Surbekti.Berikut penjelasan nya

1.Menurut Destutt de Tracy ideologi yaitu "science of ideoas" , suatu program yang diharapakan dapat    
   membawa perubahan institusional dalam masyarakat Prancis.


2.Menurut Karl Marx ideologi adalah pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan kepentingan 
   golongan atau kelas tertentu dalam bidang politik atau sosial ekonomi.


3.Menurut Gunawan Setiardjo ideologi adalah seperangkat ide asasi tentang manusia dan seluruh realitas
  yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup


4.Menurut Ramlan Surbekti ideologi adalah seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama yang 
  dirumuskan dalam bentuk tujuan yang hendak dicapai dan cara-cara yang digunakan untuk mencapai itu.


Sabtu, 29 Agustus 2015

TOKOH TOKOH SUFI YANG MENGANUT PAHAM ZUHUD

saya mendapat tugas dari guru saya untuk mencari profil tokoh tokoh sufi yang menganut paham zuhud sebanyak 3 dan saya pun mencari dan mendapatkan seperti ini
sebagai berikut profil tokoh tokoh sufi yang menganut paham zuhud:



1. Abu Yazid Al Busthami
     
     Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin Isa Surusyan, juga dikenal dengan Bayazid. Dia dikenal sebagai salah seorang sufi kenamaan Persia abad ke-III dari Bistam wilayah Qum, lahir pada tahun 874 M dan wafat pada usia 73 tahun.
Ayah Abu Yazid al-Bustami adalah seorang pemimpin di Bistam dan ibunya seorang yang zahid, sedangkan kakeknya seorang Majusi yang memeluk Islam dan menganut madzhab Hanafi. Ibunya juga seorang zahid, dan Abu Yazid al-Bustami  amat patuh kepadanya.
Sungguhpun orang tuanya sebagai pemuka di Bistam, Abu Yazid al-Bustami hidup sederhana dan sangat menaruh kasih sayang kepada fakir miskin. Abu Yazid tidak pernah makan buah melon karena dia tidak tahu bagaimana cara Rasul memotongnya, ia khawatir menyalahi sunnah Rasul. Abu Yazid al-Bustami adalah seorang ahli sufi yang terkenal di Persia sekitar abad ketiga hijriyah. Ia disebut-sebut sebagai sufi yang pertama kali memperkenalkan
faham fana’dan baqa. Sebelum ia mendalami tasawuf ia mempelajari ilmu fiqhi terutama mazhab Hanafi. Ia memperingatkan manusia agar tidak terpedaya dengan seseorang sebelum melihat sebagaimana ia melakukan perintah dan meninggalkan larangan Tuhan, menjaga ketentuan-ketentuan dan melaksanakan syari’at-Nya.
      Abu Yazid al-Bustami jarang keluar dari Bistam, dan ketika kepadanya dikatakan bahwa orang yang mencari hakikat salalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, ia menjawab: “Temanku (maksudnya Tuhan) tidak pernah bepergian dan oleh karena itu akupun tidak bergerak dari sini.” Sebagian besar dari waktunya ia gunakan untuk beribadat dan memuja Tuhan.
Perjalanan Abu Yazid al-Bustami untuk menjadi seorang sufi memakan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu menjadi seorang fakih dari Mazhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang terkenal adalah Abu Ali al-Sindi. Ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat, dan ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid tidak  ditemukan dalam buku.
Proses menjalani kehidupan zuhud selama 13 tahun, Abu Yazid al-Bustami mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yang sedikit sekali. Pengikut al-Bustami kemudian mengembangkan ajaran tasawuf dengan membentuk suatu aliran tarikat bernama Taifuriyah yang diambil dari nisbah al-Bustami yakni Taifur. Pengaruh terikat ini masih dapat dilihat dibeberapa dunia Islam seperti Zaousfana’’, Maghrib (meliputi Maroko, al-Jazair, Tunisia), Chittagong dan Bangladesh. Makam al-Bustami terletak ditengah kota Biston dan dijadikan objek ziarah oleh masyarakat. Sebagian masyarakat mempercayai sebagai wali atau orang yang memiliki kekeramatan. Sultan Moghul, Muhammad Khudabanda memberi kubah pada makamnya pada tahun 713 H/1313 M atas saran penasehat agama sultan bernama Syaikh Syafaruddin.
     Abu Yazid al-Bustami mengatakan “Dua belas tahun lamanya aku menjadi penempa; besi bagiku. Kulempar diriku dalam tungku riyadhah. Kubakar dengan api mujahadah. Kuletakkan di atas alas penyesalan diri sehingga dapatlah kujumpai sebuah cermin diriku sendiri. Lima tahun lamanya aku menjadi cermin diriku yang selalu kukilapkan dengan bermacam-macam ibadah dan ketaqwaan. Setahun lamanya aku memandang cermin diriku dengan penuh perhatian, ternyata diriku kulihat terlilit sabu takabbur, kecongkakan, ujub, riya’, ketergantungan kepada ketaatan dan membanggakan amal. Kemudian aku beramal selama lima tahun sehingga sabuk itu putus dan aku merasa memeluk Islam kembali. Kupandang para mahluk dan aku lihat mereka semua mati, sehingga aku kembali dari jenaah mereka semua. Aku sampai kepada Allah dengan pertolonganNya tanpa perantara mahluk”.
     Pengalaman Abu Yazid al-Bustami yang ucapannya (pada saat sukr) kadang-kadang sulit dipahami oleh orang awam, menyebabkan sebagian ulama menentangnya, sehingga ia sementara waktu pernah mengasingkan diri di Bistam. Ia pun meninggal di tempat pengasingannya.260H. /874M. makamnya yang terletak di tengah kota itu, banyak diziarahi pengunjung. Pada tahun 713 H/1313 M.,di atas makamnya dibangun sebuah kubah atas perintah Sultan Mongol.
     Kepribadian Abu Yazid al-Bustami sangat menonjol di kalangan kaum sufi Persia. Tidak banyak sufi yang mengesankan dan sekaligus membingungkan orang-orang sezamannya dan zaman-zaman sesudahnya. Dia yang memulai memperkenalkan konsep ittihad atau penyatuan asketis dengan Tuhan, penyatuan tersebut menurutnya dilalui dengan beberapa proses, mulai fana’ dalam dicinta, bersatu dengan yang dicinta, dan kekal bersamanya. Jadi wajar jika al-Bistami dianggap oleh Nicholson, sebagaimana yang dikutip oleh Lammen, sebagai pendiri tasawuf dengan ide orisinil tentang wahdatul wujud di timur sebagaimana theosofi yang merupakan kekhasan pemikiran Yunani.



2. Hasan Al-Basri
          
            Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan oleh   seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab. Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama asli Hindi Binti Suhail yaitu istri Rosullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya. Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah. Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama sahabat di masjid  Nabawy.
Dan ketika menginjak 14 tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota Basrah ( Iraq ). Disinilah kemudian beliau mulai dengan sebutan Hasan Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah Islamiyyah. Banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang singgah di kota ini. Banyak orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau. Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang pendengar.
         Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat pada dirinya sikap maupun perilaku pada kehidupan sehari-hari. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan juga Zuhud. Dengan gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik.
           Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia.
Hasan Al Basri mangumpamakna dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Karena dunia bisa membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.
Prinsip kedua  ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan kadar pengabdian kepada Allah dan sikap daja’ ini adalah mengharap akan ampunan Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu prinsip-prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan kehidupan yang hakiki dan abadi.
Hasan Al Basri adalah seorang sufi angkatan tabi’in, seorang yang sangat takwa, wara’ dan zuhud pada kehidupan dunia yang mana dikala masanya banyak dari kalangan masyarakt khususnya dari kalangan atas yang hidup berfoya-foya. Yang mana kezuhudan itu masih melekat ajarannya dari para ulama-ulama lainnya pada masa sahabat. Yang mana ajran beliau masih kental ataupun berdasarkan Al Qur’an dan Hadist nabi, untuk itu beliau termasuk golongan Tasawuf Sunni.
Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf Hasan yaitu:
1. Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentran yang menimbulkan perasaan takut.
2.“tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapapun banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.”
          Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang berbunyi: 
“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.
            Hasan basri adalah seorang ulama Tabi’in  yang sangat mementingkan kehidupan akhirat. Yang patut kita teladani dari kehidupan dari Hasan Basri adalah kezuhudtannya, ia pernah ditanyai tentang masalah pakaian.
Pakaian apa yang paling kamu sukai? Tanya orang-orang   ” yang paling tebal, yang paling kasar, yang paling hina menurut pandangan manusia” jawab hasan basri . Dari perkataan inilah dapat kita pahami bahwa hasan basri sangat enggan dari dunia kemewahan apalagi kenyamanan dan tingkah lakunya sangat menjauhkan dari pujian manusia.
Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri melakukan dengan ketulusan hatinya, karena selayaknya seorang yang yang berdakwah dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama. Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan memang penuh ke strategis dalam berdakwah.
         Dikisahkan pada suatu hari ada seorang ulama  ahli tafsir yang berkenamaan abu Amr sedang memberikan pengajiannya, tiba-tiba  ada seorang pemuda yang  datang untuk mengikuti pengajiann Tersebut, Abu Amr sangat terpesona dengan wajah pemuda tadi. Pada saat itulah apa yang dimilki oleh abu amr  yaitu ilmu Al-Qur’an telah hilang dari ingatannya
Abu amr dengan penuh gelisah dan penyesalan mengadu kepada kepada sang imam hasan  ” setiap kata dan hurufAl-Qur’an telah hilang dari ingtanku”  hasan berkata ” sekarang ini musim haji, pergilah ketanah suci dan tunaikanlah ibadah haji. Setelah itu pergilah ke masjid khaif. Disana akan ada seorang yang sangat tua, janganlah engkau langsung menemuinya, tapi tunggulah sampai keasyikan ibadahnya selesai, setelah itu barulah engkau mohon do’a padanya.
         Banyak dari buku atau kitab para ulama-ulama yang membahas tentang kebajikan, kesuhudan serta berbagai hal yang mengarah kepada kebesaran nama Hasan Al Basri. Yang mana berkat perjuangan beliau berdampak kepada perubahan masyarakat Islam kepada suatu hal yang lebih baik. Dan juga menjadi tongkat estafet bagi ulam-ulama setelah beliau dalm menerapkan mendefinisikan sehingga sebagai pembuka jalan generasi berikutnya. Dan jarang dari buku atau kitab para ulam-ulam yang membahas tentang karya-karya beliau. Karena keterbatasan kemampuan, penulis belum bisa memaparkan karya-karya beliau tapi ada ajaran beliau yang menjadi pembicaraan kaum sufi adalah:
” Anak Adam!
Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu,
Kalau ia binasa, binasalah engkau.
Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu.
Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.
Dan tiap-tiap bencana yang bukan neraka adalah mudah”.
Gurunya:
Al-Hafizh mengatakan, Dia melihat Ali, Thalhah, Aisyah, dan menjadi sekretaris ar-Rabi' bin Ziyad, gubernur Khurasan, pada masa pemerintahan Mu'awiyah. Dia meriwayatkan dari Ubay bin Ka'ab, Sa'ad bin Ubadah, Umar bin al-Khaththab, tapi tidak pernah berjumpa dengan mereka. Juga meriwayatkan dari Tsauban, Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Utsman bin Abu al-Ash, dan Ma'qil bin Sinan, tapi tidak pernah mendengar dari mereka.
Adz-Dzahabi berkata, Dia meriwayatkan dari Imran bin Hushain, al-Mughirah bin Syu'bah, Abdurrahman bin Samurah, Abu Bakrah, an-Nu'man bin Basyir, Jundab bin Abdillah, Samurah bin Jundab, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Jabir, Amr bin Tsa'lab, Abdul-lah bin Amr, Ma'qil bin Yasar, Abu Hurairah, al-Aswad bin Sari', Anas bin Malik, dan banyak lainnya dari kalangan sahabat dan tabi'in, seperti al-Ahnaf bin Qais dan Hiththan ar-Raqasyi.
Muridnya:
Al-Hafizh mengatakan, Sementara yang meriwayatkan darinya ialah Humaid ath-Thawil, Yazid bin Abu Maryam, Ayyub, Qatadah, Auf al-A'rabi, Bakar bin Abdillah al-Muzani, Jarir bin Hazim, Abu al-Asyhab, ar-Rabi' bin Shabih, Sa'id al-Jariri, Sa'ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Simak bin Harb, Syaiban an-Nahwi, Ibnu Aun, Khalid al-Hadzdza`, Atha` bin as-Sa`ib, Utsman al-Batti, Qurrah bin Khalid, Mubarak bin Fadhalah, Ma'bad bin Hilal, dan banyak lainnya. Sementara yang paling akhir dari mereka, di antaranya Yazid bin Ibrahim at-Tustari, Mu'awiyah bin Abdul Karim ats-Tsaqafi yang dikenal dengan adh-Dha`al.
Kemudian pada tahun 110 H, tepatnya pada malam jum’at diawal bulan Rajab beliau kembali ke rahmatullah pada usianya yang ke 80 tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke pemakaman beliau. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, soleh serta fasih lidahnya.


3. Abdullah bin al-Mubarak    
     
     Abdullah bin al-Mubarak atau Ibnul Mubarak, yang diberi bergelar (bahasa Arab: كنية) Abu Abdirrahman, lahir di Marwa pada tahun 118 H. dan wafat di bulan Ramadhan, saat kembali dari medan perang pada 181 H. dalam umur 63 tahun, atau yang bertepatan dengan tahun 736797 M.Dia adalah seorang ahli fikih, ahli hadits, punya sikap wara’ atau hati-hati, terpercaya (bahasa Arab: ثبت) dalam bidang hadits, zuhud, suka berjihad (bahasa Arab: مجاهد), sangat alim (bahasa Arab: العلامة), pemberani, dermawan, ahli sejarah, dan lain-lainAdz-Dzahabi menuturkan, bahwa Ibnul Mubarak mulai menuntut ilmu sejak umur 20 tahun di daerahnya, Marwa, dan kemudian, pada tahun 141 H. melanjutkan perjalanannya ke wilayah lain dan berguru kepada para tabi'in yang dijumpainya.[3] Seluruh hidupnya, selain dihabiskan untuk menuntut ilmu, juga digunakan untuk berjihad, berniaga, menafkahkan hartanya dan pergi haji.[3] Beberapa wilayah Islam yang pernah dikunjunginya dalam rangka menuntut ilmu, antara lain: Yaman, Mesir, Syiria, Bashrah, dan Kufah; dia juga meriwayatkan dari para para gurunya, baik yang sudah senior maupun yang yunior.[8]
     Abdullah ibnul Mubarak berguru kepada banyak ulama besar dan terkenal di masanya, antara lain; dalam bidang ilmu hadits): berguru kepada Sulaiman At-Taimi, Ashim Al-Ahwal, Hisyam bin Urwah, Ismail bin Abi Khalid, Musa bin Uqbah, Al-Auza'i, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, dan lain-lain; dalam bidang fikih berguru kepada Imam Abu Hanifah dan yang lain; dalam bidang ilmu Qira'at berguru kepada Abu Amr bin Al-Ala', dan lain-lain.
Sedangkan ulama-ulama besar yang pernah menjadi muridnya, antara lain: Ma'mar, Ibnul Qaththan, Ibnu Ma'in, Ibnu Abi Syaibah, Ahmad bin Mani', Muslim bin Ibrahim, Abdan, dan lain-lain.
     Ada sebuah tanya jawab yang dilakukan 'Atha' bin Muslim dan 'Ubaid bin Jannad Abu Said, yakni seperti ini yang diriwayatkan oleh Abu Nuaim al-Ashbahani dlm "Hilyatul-Auliya' wa Thabaqatul-Ashfiya'" (8/162):[9]
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ اللهِ , ثنا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ , قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا يَحْيَى مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحِيمِ , يَقُولُ: سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ جَنَّادٍ أَبُو سَعِيدٍ , قَالَ: قَالَ لِي عَطَاءُ بْنُ مُسْلِمٍ: " يَا عُبَيْدُ رَأَيْتَ عَبْدَ اللهِ بْنَ الْمُبَارَكِ , قُلْتُ: نَعَمْ , قَالَ: مَا رَأَيْتَ مِثْلَهُ , وَلَا تَرَى مِثْلَهُ "

Tlh menceritakan kepada kami Ibrahim bin Abdullah, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq, dia berkata, "Saya mendengar Abu Yahya bin Abdurrahim, dia berkata, "Saya mendengar 'Ubaid bin Jannad Abu Sa'id, dia berkata, Atha' bin Muslim berkata kepadaku, 'Wahai 'Ubaid, apa engkau ada melihat Abdullah ibnul Mubarak?' Saya menjawab, 'Ya.' Dia berkata (lagi), 'Aku tidak melihat seseorangpun yang mirip seperti dirinya, dan kaupun tak pernah melihat orang (sehebat) seperti dirinya.'"
Abdullah ibnul Mubarak, terkenal pula dengan pribadi yang produktif; beberapa karyanya berbagai bidang keilmuan, antara lain:
1.       Tafsirul Qur'an;
2.     As-Sunan fil Fiqh;
3.     Kitabut Tarikh;
4.    Kitabuz Zuhd;
5.     Kitabul Birri wash Shilah;
6.    Riqa'ul Fatawa;
7.     Ar-Raqa'iq'; dan,
8.     Arba'in fil Hadits.
Kata mutiara Abdullah ibnul Mubarak
"Awal dari sebuah ilmu adalah niat, kemudian memperhatikan, kemudian memahami, kemudian mengamalkan, kemudian menjaga, kemudian menyebarluaskan.”
"Orang yang cerdas tidak akan merasa aman dari 4 hal: pertama, terkait dosa yang pernah dilakukan, dia tidak tahu apakah yang akan
Allah perbuat atasnya; kedua, umur yang tersisa, dia tidak tahu mengenai hal yang akan membuatnya celaka; ketiga, keutamaan yang Allah berikan kepada seorang hamba, dia tidak tahu bahwa sebenarya ia adalah sebuah tipuan dan istidraj; keempat, kesesatan yang tampak sebagai petunjuk termasuk ketergelinciran hati sehingga agaam seseorang menjadi rusak tanpa sadar."
"Kami mencari ilmu untuk mendaaptkan dunia; sedangkan ilmu menuntun kita untuk meninggalkannya (dunia)."
"Orang yang bakhil terhadap ilmu, akan diuji dengan tiga perkara: pertama, kematian sehingga menyebabkan ilmunya hilang; kedua, menjadi lupa; ketiga, dekat dengan penguasa, sehingga ilmunya menjadi lenyap."
"Abdullah (yakni ibnul Mubarak) ditanya, "Wara' manakah yang terberat itu?" Dia (Abdullah) menjawab, "(Bersikap wara' dalam) lisan"


tugas tersebut adalah tugas agama kelas 8
makasih telah berkunjung ke blog aku.. (GAYATRI PUNGKY HANDAYANI8-5 103)